Sejarah Murji'ah
Asal Usul Munculnya Aliran Murji'ah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat
sejarah kemunculannya, secara umum faktor kemunculan aliran-aliran theologi
Islam klasik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu karena persoalan politik
seperti Syiah, Khawarij dan Murjiah. karena akibat pengaruh ajaran dari luar
Islam seperti Jabariah dan Qadariah dan
aliran-aliran yang terbentuk adopsi dari aliran-aliran yang sudah ada seperti
Mu’tazilah.
Dalam pembahasan kali ini akan dibahas
mengenai salah satu aliran yang muncul karena persoalan politik yaitu Murjiah.
Walaupun Murjiah muncul karena permasalahn politik namun kelompok ini tidak mau
ikut campur dalam permasalahan politik, golongan ini dikategorikan dalam
golongan yang muncul karena politik beritik pada sikap diam golongan ini yang
netral, sikap netral inilah yang dapat disebut juga dengan sikap politik.
Aliran ini jika di Indonesia dapat
dikatakan aliran yang Golput (Golongan putih), karena memang
golongan ini bersifat acuh tak acuh
dalam politiknya.
Seperti aliran-aliran lainya Murjiah juga memiliki
banyak subsekte-subsekte yang sifatnya moderat dan juga yang ekstrim, yang satu
dengan yang lain saling memiliki dengan doktrin yang berbeda, namun mereka
dalam sikap politiknya sama yaitu menjadi golongan tengah-tengah yang tidak
memihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Murjiah ?
2. Bagaimana latar belakang munculnya Murjiah ?
3. Apa doktrin-doktrin ajaran Murjiah ?
4. Bagaimana pembagian sekte-sekte Murjiah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Murjiah
Murjiah
secara bahasa diambil dari kata Irja’
yang mempunyai dua makna. Pertama bermakna “mengakhirkan” atau “menangguhkan”,
Kedua bermakna memberikan harapan. Menurut as-Syahrastani, jika makna kata Murjiah yang pertama dipergunakan
untuk menyebut suatu golongan, maka makna yang pertama lebih tepat karena
mereka menangguhkan perbuatan dari niat dan balasan.[1] Maksutnya
adalah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah
SWT kelak. Mereka tidak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab
yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT
sehingga seorang Muslim sekalipun berdosa besar dalam kelompok ini tetap diakui
sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
Selain pendapat as-Syahrastani tersebut
terdapat juga berpendapat makna “menangguhkan” artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari Kiamat kelak. Sedangkan makna yang kedua dapat diartikan
memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan
rahmat Allah.
B.
Kemunculan Murjiah
Aliran
Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam
upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana
hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Kaum Khawarij dinilai terlalu ekstrim
dalam mengkafirkan musuh-musuh mereka demikian juga dengan Syiah yang dinilai
terlalu ekstrim mengenai persoalan imam hingga menjadikan imam sebagai salah
satu rukun Iman. kaum Murjiah mengambil posisi tengah-tengah antara dua kubu
Khwarij dan Syiah tersebut dalam persoalan iman dan dosa besar.
Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunjulan Murjiah. Teori
pertama mengatakan gagasan irja’ dan arja’a dikembangkan oleh
sebagian sahabat dengan tujuan untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadi pertikaian politik.[2]
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmad Amin, menurutnya cikal bakal Murjiah
sebenarnya sudah tampak pada akhir masa pemerintahan Ustman hal ini ditandai
dengan adanya sekelompok sahabat yang menarik diri atau tidak mau ikut campur
dalam urusan politik antara para sahabat pada akhir masa pemerintahan Ustman,
diantara sahabat itu ialah Abi Bakrah, Abduallah bin Umar dan Imran bin Husen. Sikap
tengah-tengah yang tidak memihak kepada salah satu kubu masa ini belum menjadi
sebuah aliran Theologi. Murjiah menjadi sebuah aliran theologi baru setelah
munculnya golongan Syiah dan Khawarij.[3]
Teori
kedua mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murjiah muncul
pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah cucu Ali bin Abi Thalib. Teori ini adalah teori yang digagas oleh
Montgomery Watt.[4]
Menurut Watt, gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murjiah Muncul
pertama kali akibat sikap politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi
Thalib Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafi sekitar tahun 695 M. 20 tahun setelah
kematian Muawiyah dikoyak permasalah politik dan perebutan kekuasaan, Sebagai
respon dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau penangguhan pemikiran irja’
ini menurut Watt digunakan pertama kali oleh cucu Ali bin Abi Thalib
Al-Hasan dalam surat pendeknya. Dalam surat tersebut Al-Hasan menunujukkan
sikap politiknya dengan mengatakan, “kita mengakui Abu Bakar dan Umar tapi
menangguhkan persoalan yang terjadi pada konflik meliatkan utsman, Ali dan
Zubair[5].
Ia kemudian mengelak mendampingi Syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan
menjauhkan diri dari khawarij yang menolak mengakui Muawiyah dengan alasan ia
adalah keturunan si Pendosa.[6]
C.
Doktrin-doktrin Murjiah
Adapun
ajaran pokokrnya Murjiah pada dasarnya bersumber dari doktrin irja yang
diaplikasikan dengan banyak persoalan yang dihadapinya, baik persoalan politik
maupun theologis. Dalam bidang politik doktrin irja’ diimplementasikan
dengan sikap netral atau non blok yang selalu di ekspresikan dengan sikap diam
sehingga Murjiah disebut juga dengan the queitists (kelompok bungkam).
Adapun
dalam theologi, doktrin irja dikembangkan Murjiah ketika menghadapi
permasalahan thelogis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya
persoalan yang dihadapi makin kompleks yang mencakup iman, kufur, dosa besar
dan ringan (mortal and venial sins) dan pengampuan dosa besar, tauhid,
tafsir Al-Quran, hakikat Al-Quran, nama dan sifat-sifat Allah.[7]
Berkaitan
dengan doktrin-doktrin Murjiah menurut Montgomery Watt doktrin ajaran Murjiah
merincinya sebagai berikut :
1.
Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga
Allah memutuskannya di akhirat kelak.
2.
Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat
Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
3.
Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4.
Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab)
para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Masih
berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat
ajaran pokoknya, yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin
Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang
berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara
itu, Abdul A’la al-Maududi menyebut ajaran Murji’ah dalam dua doktrin pokok,
yaitu:
1.
Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-nya saja.
Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman.
Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan
perbuatan yang difardhukan dan melakukan dosa besar.
2.
Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada
iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan
atas seseorang. Untuk dapat pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan
diri dari syirik dan mati dalam keadaan aqidah tauhid.
D.
Pecahan Murjiah
Menurut Harun
Nasution secara garis besar membagi Murjiah menjadi dua sekte yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrem. Murjiah moderat berpendapat bahwa pendosa besar
tetap mukmin tidak kafir dan tidak kekal di neraka mereka disiksa sebesar
dosanya dan tergantung dosa apa yang dilakukan. Kendati demikian, masih terbuka
kemungkinan tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka.
Ciri khas mereka lainya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari
iman.[8]
Adapun kelompok ekstrim Murjiah antara lain:
1.
Jahmiyah, kelompok jahm bin softwan dan para pengikutnya,
berpandangan bahwa orang yang beriman tetapi menyatakan dirinya kufur secara
lisan tidak dianggap kafir karena iman dan kufur dan tempatnya di dalam hati,
bukan di bagian lain (lisan).
2.
Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat
bahwa iman adalah mengetahui tuhan dan kufur adalah tidak mengetahui Tuhan.
Sekte berpendapat bahwa ibadah adalah iman kepadanya dalam arti mengetahui Tuhan.
Shalat, puasa, zakat, haji, dll bukan termasuk ibadah melainkan hanya
menggambarkan sebuah kepatuhan.
3.
Yunusiah dan ubaidiah, melontarkan pernyataan bahwa
melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat atau merugikan orang lain
tidak termasuk dalam perilaku yang dapat merusak iman.
4.
Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan
saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang
diharamkan adalah kambing ini. Orang tersebut tetap mukmin tidak kafir.
Muhammad Imarah membagi
Murjiah menjadi 12 sekte, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Jahmiyah, pengikut jaham bin Abi Sofyan
2. Ash-Shalihiyah, peengikut pengikut Abu Musa
Asy-Shalahy
3. Al-Yunusiah, pengikut Yunus As-Samary
4. Asy-Syamriayah, pengikut Samr bin yunus
5. Asy-Shawbaniyah, pengikut Abu Syawban
6. Al-Ghailaniyah, pengikut Abi Marwan Al-Ghailan
bin Marwan ad-Dimsaqy
7. An-Najariyah, pengikut Al-Husein bin Muhammad
An-Najr
8. Al-Hanafiyah, Abu Haifah An-Nu’man
9. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
10. Al-Mua’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thawmy
11. Al-Murisiyah, Pengikut Basr Al-Murisy
12. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam
As-Sijistany.
Menurut Ash-Syahrastani pengklasifikasian Murjiah dapat
di kelompokkan menjadi dua yaitu Murjiah Murni dan Murjiah yang terpengaruh
golongan lain. Contoh Murjiah Murni seperti: Al-Jahmiyah, pengikut jaham bin
Abi Sofyan, Ash-Shalihiyah, peengikut pengikut Abu Musa Asy-Shalah, Al-Yunusiah,
pengikut Yunus As-Samary, dll. Dan murjiah yang terpengaruh dengan golongan
lain seperti: Murijiah Khawarij, Murjiah Qadariyah, Murjiah Jabariah dan
Murjiah Sunni.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Murjiah artinya orang-orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yaitu Ali dan Muawiyah serta
pasukannya pada hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai
asal-usul kemunjulan Murjiah. Teori pertama mengatakan gagasan irja’ dan
arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan untuk menjamin
persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik munculnya
golongan Syiah dan Khawarij. Teori kedua mengatakan bahwa gagsan irja’ yang merupakan basis doktrin Murjiah muncuk
pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah cucu Ali bin Abi Thalib.
Doktrin-doktrin
sebagai berikut :
1.
Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga
Allah memutuskannya di akhirat kelak.
2.
Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
3.
Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang
berdosa besar.
4. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
Sekte Murjiah dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu Murjiah Murni seperti: Al-Jahmiyah,
Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiah, dan Murjiah yang terpengaruh golongan lain. Dan
murjiah yang terpengaruh dengan golongan lain seperti: Murijiah Khawarij,
Murjiah Qadariyah, Murjiah Jabariah dan Murjiah Sunni.
B.
Kata Penutup
Demikian makalah yang kami susun semoga
menambah pengetahuan keislaman kita mengenai golongan-golongan dalam agama
Islam. Kritik dan saran kami harapkan demi terwujudnya karya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Azizi, Aliran-Aliran Theologi Islam, Kediri: Kaisar 08, 2010.
Rozak, Abdul dan Rosihoh Anwar, Ilmu Kalam,
Bandung: Pustaka setia, 2012.
____________________________,Ilmu Kalam, Bandung:
Pustaka setia, 2009.
Komentar
Posting Komentar